Selasa, 22 Desember 2009

Pengantar ke jalan ILMU & PENGETAHUAN
Penyusun : Muhammad Hatta
Penerbit : MUTIARA Jakarta.

”Sudah lama naskah ini terpendam. Malahan disangka hilang bersama-sama dengan naskah-naskah lainnya yang dahulu tertinggal di Neira waktu saya cepat-cepat dipindahkan ke tempat interniran baru di Sukabumi (Pebruari 1942)
Tatkala tentara Belanda menyerbu ke Yogyakarta dan Kaliurang (Desember 1948), sebagian besar dari perpustakaan saya yang baru saja dikembalikan dari Banda Neira jadi musnah dan lenyap. Di antaranya berbagai naskah tersebut, buah pikiran dan hasil studi enam tahun dalam pengasingan (1936-1942). Siapa dapat menduga naskah pelajaran ini akan muncul kembali?”

Waktu saya mengadakan tournee ke daerah Maluku dalam tahun 1951 dan singgah di pulau Neira, datang seorang sahabat lama memberikan satu kumpulan tulisan tik serta tembusan-tembusan yang disimpannya selama itu. Diantara berpuluh-puluh lembar kertas bertulis yang telah kacau-balau dan bercampur aduk itu, setelah disusun kembali dengan bersusah payah, terdapatlah tembusan pelajaran “Ilmu dan pengetahuan”.
Dengan terdapatnya kembali naskah itu, dapatlah dipenuhi kehendak kawan-kawan dan murid-murid saya dahulu supaya bahan pelajaran yang lama itu diterbitkan sebagai buku.

(Kata Pengantar cetakan pertama bukunya ‘pengantar ke jalan ILMU & PENGETAHUAN’ oleh : Muhammad Hatta, wakil presiden pertama RI dan proklamator RI)

=========================================================


PENGETAHUAN DAN ILMU

Ada beberapa jalan untuk mencapai pengetahuan. Dengan mendengarkan cerita orang tua-tua, dengan pengalaman sendiri dan dengan jalan keterangan.
* Pengetahuan yang didapat dari cerita orang tua-tua bukan pengetahuan yang sah, sebelum ternyata bukti-buktinya.
* Pengetahuan yang didapat dari pengalaman ada berdasar kepada kenyataan yang pasti. Tetapi derajat kebenarannya bergantung akan benar atau khilafnya penglihatan kita.
* Pengetahuan yang didapat dengan keterangan memberi dasar yang kokoh akan pengetahuan kita. Di sini kita mencari kebenaran dengan akal dan pikiran.

Perbedaan antara sifat pengetahuan yang didapat dari pengalaman dan sifat pengetahuan yang didapat dari keterangan, saya ambil missal dibawah ini :
Seorang tani yang bertahun-tahun mengerjakan sawahnya atau ladangnya, tahu akan keperluan satu-satunya tanaman. Ia tahu pula pengaruh musim hujan atau musim panas atas tanaman-tanamannya. Ia ketahui, apabila waktu yang baik buat bercocok tanam apabila musim turun ke sawah. Kesemuanya itu diketahuinya karena pengalaman. Pengalaman orang dulu-duu dan pengalamannya sendiri.

Seorang ahli ilmu tumbuh-tumbuhan tidak banyak mempunyai pengalaman sendiri, tetapi ia dapat mengetahui sifat satu-satunya tanaman. Dari pada beberapa tanda-tanda yang dilihatnya dapat dicarinya keterangan tentang keperluan tanaman-tanaman berhubung dengan tanah dan udara serta zat makanannya.
* Orang yang mengetahui sesuatunya karena pengalaman menjadikan pengalamannya itu sebagai pedoman.
* Orang yang biasa memikirkan sesuatu hal yang dilihatnya, tidak puas dengan kenyataan itu saja. Ia cari keterangan tentang bagaimana duduknya dan apa sebabnya.

Orang yang tidak bersekolah tahu juga, bahwa setiap batu yang dilepaskan dari tangan jatuh ke bumi dan setengah dari pada bulu terbang ke atas. Pengalaman memberi ia pengetahuan, bahwa batu jatuh karena beratnya dan bulu terbang karena ringannya.
Tetapi dimanakah batas ringan dan berat? Tentang ini orang yang berpengetahuan karena pengalaman saja tidak dapat memberi jawaban yang benar. Pesawat terbang berat, apa sebabnya ia bisa terbang? Orang yang tak mau berpikir teratur, barangkali mudahnya menjawab : “karena ada mesinnya”. Jawaban ini didasarkan pada penglihatan, bahwa pesawat terbang ini hanya naik, kalau mesinnya hidup. Tapi kalau ditanya lagi: lokomotif (kereta api) dan oto (mobil) mempunyai mesin juga, apa sebab ia tidak bisa terbang ?....orang tadi memutar jawabannya dengan mengatakan :”karena tidak ada sayapnya”. Dan ia ragu kembali kalau kita terus bertanya : Pakaikan sayap pada lokomotif atau auto, dapatkah ia terbang? Disini habis akalnya. Ia tahu bahwa lokomotif atau auto, sekalipun diberi sayap, tidak dapat terbang, tetapi ia tak tahu memberikan keterangan. Tentang keterangannya sendiri, setiap kali berlainan dasarnya, tidak teratur dari pada yang satu.

Seorang pelajar ilmu alam mudah memberi keterangan, apa sebab sebuah batu di udara jika dilepaskan jatuh ke bawah dan apa sebab bulu “jatuh” ke atas. Katanya barang barang yang lebih berat dari udara jika dilepaskan jatuh kebawah; dan barang yang lebih ringan dari udara naik keatas. Dan ia dapat menyatakan, bahwa sesuatu barang jatuh atau naik bergantung pada perhubungan beratnya dengan berat udara. Berat udara yang menjadi ukuran berat atau ringan, dan berat udara itu bergantung pula akan padat atau kembangnya. Tentang pesawat terbang yang lebih berat dari pada udara tetapi naik keatas, ia dapat menerangkan sebabnya. Naiknya itu disebabkan oleh tenaga-pengangkat yang ditimbulkan dari udara itu sendiri. Apabila baling-balingnya (propeller) berputar dan meniup udara kebelakang, pesawat terbang itu maju kemuka dan sayapnya membelah udara. Berhubung denganbentuk dan duduk sayap itu, desakan ke atas daripada udara yang terpencar di bawahnya lebih besar daripada tekanan ke bawah daripada udara diatasnya. Karena itu timbullah tenaga pengangkat yang membawa naik pesawat terbang itu, Makin cepat jalan pesawat terbang tadi, makin besar tenaga pengangkat itu. Sungguhpun konstruksi kapal terbang yang paling akhir berlainan daripada yang tersebut (tidak pakai propeller), tenaga yang membawa ia maju dan naik berdasar prinsip yang sama.

Orang-orang yang mendapat pengetahuan dari pengalaman saja, memandang pengetahuannya itu sebagai pemberian.
Bagi orang yang mencari keterangan daripada pengalaman yang diketahuinya, pengetahuannya itu menjadi soal.
* Pengetahuan yang didapat dari pengalaman disebut “pengetahuan pengalaman” atau ringkasnya pengetahuan.
* Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut ilmu.
Tiap-tiap ilmu mesti bersendi akan pengetahuan. Pengetahuan adalah tangga pertama bagi ilmu untuk mencari keteranga lebih lanjut. Orang ketahui dahulu sesuatu masalah, barulah orang memikirkan perhubungan sebab dan akibatnya, dan maksud ilmu juga memberi keterangan tentang masalah yang ada itu.
Tidak ada yang terjadi dengan tidak bersebab. Sebab itu ilmu dalam segala keterangannya senantiasa mengemukakan syarat :”kalau yang selainnya tidak berubah”. Syarat itu biasa disebut dengan perkataan latin : “ceteris paribus”. Pendeknya keteranga ilmu sebenarnya begini duduknya : kalau begini jadinya, begitu kelanjutannya (akibatnya), asal saja yang selainnya tidak berubah.

Marilah kita jelaskan hal ini dengan perumpamaan tadi, bahwa tiap-tiap barang yang lebih berat dari pada udara, jika dilepas, jatuh kebawah. Ini disebut hokum jatuh. Hukum dalam ilmu artinya keterangan tentang kemestian. Tetapi tidak segala keterangan ilmu bernama hukum. Keterangan ilmu bernama hukum, kalau yang disebutkan itu berlaku dimana-mana dan setiap waktu. Hukum itu sifatnya baka. “Tijdloos” dalam peribahasa Belanda. Demikian juga hukum jatuh bersifat baka.
Kalau sekarang pesawat terbang yang lebih berat dari pada udara naik ke atas, ini bukan menyatakan, bahwa hukum itu tidak benar. Kalau hukum jatuh tidak tampak berlaku terhadap pesawat terbang tadi, ini sebabnya karena kerjanya dibatalkan oleh gerak tundaan ke atas. Di mana tundaan ke atas lebih kuat dorongannya, maka hukum jatuh tidak bekerja rupanya. Ini tidak menyatakan bahwa ia tidak berlaku. Sebab manakala mesin pesawat terbang itu yang menimbulkan tundaan keatas berhenti bekerja, maka dengan sekejap mata pesawat terbang yang di udara itu jatuh ke bumi, sebab….ia lebih berat dari pada udara. Hukum jatuh berlaku dengan sepenuh-penuhnya.
Inilah satu tanda, bahwa suatu hukum tidak hilang kepastiannya, kalau pada suatu ketika tidak kelihatan kerjanya (buktinya).

Dengan keterangan di atas cukuplah diketahui bahwa tabiat ilmu yaitu mencari keterangan tentang kedudukan sesuatu hal atau masalah berhubungan dengan sebab dan akibatnya. Sebab itu ilmu adalah satu pengetahuan yang teratur dari hal pekerjaan hukum sebab akibat. Persangkutan sebab akibat itu disebut juga “Kausalita”. Sebab itu hukum sebab dan akibat disebut juga hukum kausal. Keterangan itu mesti teratur dari pokok yang satu, barulah keterangan itu disebut keterangan ilmu, satu hukum kausal.
Perhubungan pengalaman baru menjadi pengetahuan ilmu, apabila pengetahuan itu disertai dengan pengertian tentang kerja hukum Kausal pada masalah yang dialami itu.
Satu kejadian sering disebut orang masalah. Akan tetapi tidak semua kejadian atau keadaan bernama masalah. Masalah ialah kejadian atau keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam hati tentang kedudukannya.
Masalah berhubungan dengan ilmu. Masalah menimbulkan soal, yang harus diterangkan oleh ilmu. Ilmu senantiasa mengemukakan pertanyaan : bagaimana (duduknya) dan apa sebabnya.

Dari bagian pertama buku pengantar ke jalan ILMU & PENGETAHUAN dapat kita simpulkan bahwa Ilmu menurut Muhammad Hatta ilmu adalah satu pengetahuan yang teratur dari hal pekerjaan hukum sebab akibat.
Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu.


AL-QUR’AN SATU ILMU

Kata Ilmu bukan berasal dari bahasa Indonesia, tetapi berasal dari bahasa Arabiyyan yang ada dalam Al-Qur’an. Dalam bahasa Inggris kita mengenal dengan istilah science. Pada awalnya istilah Ilmu itu ditulis dari kanan ke kiri, tapi setelah di-Indonesiakan maka ditulis dari kiri kekanan.
Pertanyaan mendasar adalah apakah pengambilan istilah Ilmu dari Al-Qur’an menjadi bahasa Indonesia juga bersama dengan makna sebenarnya yang terkandung dalam Al-Qur’an?
Tantangan yang diajukan oleh Ilmu Pengetahuan Barat adalah bahwa ilmu itu ialah rangkaian keterangan tentang pakta yang berlaku menurut syarat-syarat tertentu “ceteris paribus”.
Lawan dari pada Ilmu ialah dongeng, yaitu rangkaian keterangan yang teratur tapi tidak didukung oleh pakta seperti buku-buku piksi yang banyak dijual di Toko-Toko Buku.
Selain itu Ilmu menurut Arab adalah cahaya di dalam hati. “Al-‘Ilmu Nurun fil qalbi. Disini tidak ada syarat apakah ada pakta atau tidak, sehingga orang berilmu itu orang yang hatinya selalu memancarkan cahaya.
Kalau kita mau jujur rumusan ini mirip dengan Idealisme Plato hanya dibungkus dengan bahasa Arab.
Untuk menjawab semua itu, Alah telah mengajarkan kepada Nabi Muhammad seperti tersebut dalam surat Ar-Rahman ayat 1 sampai dengan ayat 10 sebagai berikut :

1) AR-RAHMAN
Istilah Ar-Rahman

2) ‘AL-LAMAL-QUR’AAN
Dia Allah yang telah mengajarkan satu Ilmu yang bernama Al-Qur’an.

Ini adalah keterangan dari Allah yang sudah dijamin oleh Allah tentang isinya tidak diragukan lagi kebenarannya. Jikalau kita hubungkan dari konsep Ilmu menurut Muhammad Hatta, bahwa Pengetahuan yang didapat dengan jalan keterangan disebut Ilmu, ternyata ada perbedaan mendasar antara Ilmu hasil pengamatan manusia dengan Ilmu hasil ajaran dari Alah. Ilmu hasil pengamatan manusia hanya berlaku apabila syarat-syarat tertentu terpenuhi. Jikalau syarat-syaratnya tidak terpenuhi maka Ilmu tersebut dinyatakan batal dan tidak dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiyah. Hal ini berbeda dengan Keterangan dari Allah, dimana manusia dipersilahkan melakukan pengamatan terhadap apa yang telah diwahyukan itu, adakah berubah-ubah atau berlaku tetap sepanjang masa.
Muhammad Hatta mengakui dengan sendirinya bahwa hukum alam berlaku baqa. Hanya disini tidak diuraikan oleh Muhammad Hatta, siapa yang telah menciptakan hokum alam itu?

3) KHALAQAL INSAN
“Dia Allah yang telah mencipta manusia”

Keterangan bahwa Allah, Tuhan segala manusia adalah Pencipta manusia, tidak mendapat tanggapan dari para Ilmuan, dan mereka menganggap bahwa wahyu itu bersifat Mistik, karena sumbernya bukan dari manusia. Tapi aneh juga kenapa para filosof Yunani yang sudah meninggal dunia berabad-abad yang lalu ternyata masih laku sebagai konsep hidup untuk dipelajari, sedangkan Al-Qur’an sebagai satu Ilmu dan sudah terbukti bisa dipraktekkan oleh Nabi dan para sahabatnya untuk kemakmuran manusia, ternyata dianggap sebagai Mistik?

4) ‘AL-LAMAHUL BAYAAN
Dia Alah yang telah mengajarkan Satu Ilmu menjadi rangkain keterangan

Disini Allah menegaskan bahwa Ilmu yang diajarkan kepada manusia itu adalah “Al-Bayaan” yaitu rangkaian keterangan yang teratur tentang fakta”.

5) ASY-SYAMSU WAL-QAMARU BIHUSBAAN
“Yaitu tentang matahari dan satelit-sateitnya itu adalah menurut satu asas matematik tiada tandingan”.

6) WAN-NAJMU WASY-SYAJARU YASJUDAAN
“Yakni bintang kemintang selaku peristiwa organis dan tumbuh-tumbuhan sebagai satu kejadian biologis keduanya tunduk pada asas yang demikian”

7) WAS-SAMAA-A RAFA’AHAA WAWADHA’AL MIIZAAN
“Yaitu seperti halnya semesta angkasa (termasuk bumi ini), DIA (Allah) Yang membangun dan mengujudkan menurut satu asas kesetimbangan (Begitulah Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul ini untuk kebudayaan peradaban)”

Empat ayat ini adalah petunjuk dari Allah, bahwa Ilmu yang diajarkan kepada manusia itu meliputi hukum alam secara umum, sekali-gus sebagai ungkapan untuk memberi petunjuk bahwa jika ingin membangun kebudayaan NUR menurut Sunah Rasul yang dapat memenangkan hidup ini haruslah seperti kesetimbangan alam ciptaan Tuhan.

8) AL-LAA TATHGHAU FIL MIIZAAN
“Hendaknya kalian jangan mengaduk-aduk satu asas kehidupan setimbang”

Pada ayat delapan ini Allah menghimbau jangan kalian pincangkan hidup ini dengan perbuatan-perbuatan yang merusak kehidupan. Tetapi rupanya himbauan ini tidak pernah digubris oleh kebanyakan orang, mereka malah berlomba untuk memincangkan asas kesetimbangan itu dengan berbagai macam alasan.

9) WA-AQIIMUL WAZNA BIL-QISTHI WALAA TUKHSIRUL MIIZAAN
“Maka bangunkanlah kehidupan kalian dengan Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul dengan setepat-tepatnya, dan janganlah kalian pincangkan asas kesetimbangan dengan pilihan Dzulumat menurut Sunnah Syaithaan”

10) WAL ARDHA WADHA’AHAA LIL ANAM
“Yaitu Bumi, Dia (Allah) fungsikan untuk mahluk sekalian”

Kesimpulan yang dapat kita tarik dari uraian diatas ialah bahwa : Ilmu menurut Allah ialah ”Rangkaian keterangan teratur dari Allah menurut Sunnah Rasul-Nya terhadap semesta kenyataan yang tergantung pada Kepastian Allah”.
Sedangkan Ilmu Pengetahuan yang bersumber dari Barat ialah : “Rangkaian keterangan yang didukung oleh fakta.
Sedangkan Imu menurut Bangsa Arab ialah “Al-Ilmu Nuurun filqalbi” yang artinya Ilmu itu ialah pancaran dari dalam hati, merupakan pandangan Idealisme Plato yang telah mempengaruhi dunia Islam seutuhnya.
Pertanyaan pun timbul, mana duluan Ilmu dari Allah atau Ilmu pengetahuan hasul pengamatan manusia?
Disini Allah menjawab bahwa semua ungkapan mereka itu tiada lain kecuali hasil nyolong Ilmu dari para Nabi-Nabi terdahulu kemudian diputar balik menjadi penemuan dia.

Sbagai contoh, dalam bukunya Muhammad Hatta dikatakan bahwa pada tahun 1507 Copernikus yang menghidupkan kembali ajaran orang Yunani di zaman purbakala, yang mengatakan bahwa bukan matahari yang berputar mengelilingi bumi, melainkan Bumi yang berputar dan mengedari matahari.
Allah berfirman pada surat Yasin ayat 38 :

WASY-SYAMSU TAJRIY LIMUSTAQAARIN LAHAA DZAALIKA TAQDIIRUL ‘AZIIZIL ‘ALIIM
“Dan Matahari itu berputar tetap pada sumbunya, itulah kepastian dari Allah menurut Ilmu-Nya yang memeliki nilai-nilai tiada tanding”.

Disini jelas bahwa para ahli-kitab yang terdiri dari Yahudi dan Nashara, mereka sebenarnya tahu tentang isi Al-Qur’an ini, tapi mereka pura-pura tidak mengetahuinya sebagai mana yang dikatakan oleh Allah, “Mereka para ahli-Kitab itu mengetahui Al-Qur’an seperti ayah mengetahui anaknya”

Sampai disini tentunya kita dapat melihat, bahwa Al-Qur’an sebagai petunjuk untuk mendapatkan Ilmu tentang sesuatu, dalam perjalanan sejarah telah berhasil disingkirkan oleh manusia, Al-Qur’an dijadikan hanya sebagai bacaan untuk mencari fahala semata, untuk diperlombakan dengan Musabaqah Al-Qur’an setiap tahunnya guna mendapatkan piala kehormatan dan bukan untuk pedoman hidup guna mengolah alam ciptaan Allah ini dengan satu asas kesetimbangan.
Umat Islam apa lagi yang di Palestina sedang digempur oleh Zionis, jika tidak cepat kembali mendapatkan Ilmu Allah yang sebenarnya dari Al-Qur’an, maka kita ini bagaikan buih di ombak memantai, jumlahnya banyak tapi kwalitasnya rapuh sehingga sulit diharapkan untuk tampil sebagai Khalifah yang menguasai dunia yang adil bagi seluruh mahluk.

Kawan, didalam Al-Qur’an menurut Sunnah Rasul ini secara prinsip sudah lengkap, kalau soal tehnis itu tentunya berkembang sesuai dengan kemajuan teknologi, tapi perlu diingat, jika prinsip sudah benar, maka betapapun minim teknologinya, sejarah telah membuktikan Muhammad SAW dengan para sahabatnya telah berhasil membakar padang pasir yang tandus dan membangun taman kehidupan jannah dimuka bumi ini, sebagai bukti dan contoh begitulah perjuangan orang beriman sebenarnya.
Semoga dengan Ilmu yang diajarkan Allah menurut Sunnah Rasul, kita akan semakin banyak memperoleh informasi, dan semakin cinta untuk hidup dengan Qalam Allah yang NUR menurut Sunnah Rasul-Nya….Amin.


Semoga bermanfaat, mohon maaf bila ada kesalahan
Wassalam
HAMDJAH
dari Selamon
Banda Neira

”BINA INSAN INDONESIA” Foundation.